Jumat, 18 November 2016

BIOGRAFI MOH. HATTA



BIOGRAFI MOHAMMAD HATTA

A.    POSISI DAN WARNA HATTA DALAM SEJARAH INDONESIA
Mohammad Hatta menduduki posisi penting dalam sejarah Indonesia. Paling sedikit ada 5 tonggak sejarah penting kehidupan Indonesia yang melibatkan Bung Hatta sebagai tokoh utama, yaitu :
1.      Hatta yang belajar di negeri Belanda, aktif dalam Indonesische Vereniging, yang kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia dan beberapa periode menjadi ketua. Karya dari perhimpunan ini yaitu menerbitkan majalah Indonesia Merdeka dan mengeluarkan Manifesto Politik (1925) yang dianggap Sartono Kartodirdjo lebih komprehensif dari Sumpah Pemuda (1928). Manifesto Politik mengandung 3 unsur utama yaitu unity, egality, liberty (persatuan, kesetaraan, kemerdekaan). Hal ini akan lebih lengkap dengan adanya kesederajatan dan kesetaraan antar warga.
2.      Hatta dengan Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 yang ditanda tangani atas nama bangsa Indonesia.
3.      Pada 18 Agustus 1945 muncul gagasan Piagam Jakarta yang mencantumkan 7 kata (kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya) dalam UUD 1945. Bung Hatta berusaha mellobi beberapa tokoh Islam agar klausa tersebut dihilangkan dan upaya itu berhasil. Hatta adalah seseorang yang taat menjalankan syariat Islam namun ia dapat menenggang perasaan warga sebangsanya yang tidak menganut agama ini.
4.      Hatta menerima Penyerahan Kedaulatan di negeri Belanda pada Desember 1949. RIS hanya dapat berdiri beberapa bulan, setelah itu melebur kembali menjadi Republik Indonesia.
5.      Hatta bersama Soekarno membentuk Dwitunggal kepemimpinan dari 1945-1956. Duet ini terbukti tangguh dan mampu bertahan paling sedikit satu dasawarsa. Hatta selain wakil presiden, beberapa kali menjadi perdana menteri.

B.     EKSISTENSI MOH. HATTA
Hatta menimba kesadaran kebangsaan yang pertama dari sumur Sarekat Islam, lewat membaca Oetoesan Hindia, surat kabar yang dipimpin Tjokroaminoto. Bung Hatta aktif dalam organisasi Jong Soematranen Bond di Padang dengan menjadi bendahara. Pada September 1921, Hatta bergabung dalam organisasi pelajar Hindia, Indonesische Vereniging, yang menciptakan majalah Hindia Poetra, dan menjadi bendahara yang teliti serta cakap. Buktinya, sebelum pertemuan organisasi, dua bulan kemudian (April 1922) Hatta berhasil mendapatkan penawaran dari percetakan dengan ongkos sebesar 75 golden yang menimbulkan cadangan kas mengalami peningkatan.

C.    MUNDURNYA HATTA
            Pada tahun 1956, Hatta mengundurkan sebagai Wakil Presiden dan memerikan kesempatan kepada Soekarno untuk melakukan konsepsinya. Soekarno memimpin republik secara sendirian. Penentangan terhadap kepemimpinan tunggal ini pecah antara lain melalui pergolakan diberbagai daerah seperti PRRI/Permesta. Meskipun tidak sepaham dengan Bung Karno, Hatta tidak ikut campur dalam PRRI misalnya. Ia dengan tegas menolak pemberontakan, apapun alasannya.
            Pengunduran diri Hatta disebabkan karena adanya perbedaan pandangan antara Hatta dan Soekarno. Selama sekitar 20 tahun Bung Karno mengikuti versinya itu, menggalang kekuasaan, dan menggunakan kekuasaan itu lewat “revolusi terus menerus”. Demi aksi massa, rakyat terejimentasi, para elite dan rakyat berlomba memusatkan pikiran dan tenaga untuk berperan dan berkuasa dalam gelombang revolusi itu. Modal mereka (rakyat) hanya lidah dan mulut, alias menjilat dan memuji. Mereka jadi lupa cara bekerja dibidang kehidupan. bidang kehidupan jadi terbengkalai. Diam-diam maupun terang-terangan, Hatta tidak menyetujui garis itu. hatta menghendaki sintesa baru antara versi perjuangannya dan versi Soekarno. Namun Hatta tidak mendapat kesempatan. Bangsa Indonesia lebih mudah mengikuti garis Soekarno.

D.    KEHIDUPAN SETELAH MUNDUR DARI PEMERINTAHAN
            Setelah mengundurkan diri dari jabatan sebagi Wakil Presiden, kondisi perekonomian kehidupan Hatta mengalami krisis. Jenderal Hoegeng yang tahu kondisi melaratnya Hatta tahun 1956, menulis dalam memornya yang dilansir dari merdeka.com yang tertulis “Ketika Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden, diberitakan dia hanya memiliki uang tabungan Rp 200. Uang pensiunnya pun tak cukup untuk membayar biaya listrik”. Menurut seorang prajurit TNI berpangkat prajurit yang bercerita pada merdeka.com, saat tahun 1956, gajinya Rp 125 per bulan. Tak cukup untuk hidup sebulan. Biasanya hanya cukup dua minggu, setelahnya sibuk hutang sana-sini.
            Saat pensiun, Hatta juga menolak semua jabatan komisaris BUMN atau posisi lain yang sebenarnya bisa membuatnya hidup lebih nyaman. Tetapi sudah menjadi rahasia umum jika komisaris BUMN hanya makan gaji buta. Hatta tidak sudi memeras bangsanya dengan menduduki jabatan seperti itu. Hal ini terbukti dengan ucapnnya yang akan abadi dan dikenang sepanjang masa oleh masyarakat. “Indonesia merdeka bukan tujuan akhir kita. Indonesia merdeka hanya syarat untuk bisa mencapai kebahagiaan dan kemakmuran rakyat.”

E.     TAK MAMPU BELI SEPATU BALLY
            Kisah ini disampaikan oleh sekretaris pribadi Bung Hatta, Iding Wangsa Widjaja. Suatu ketika Bung Hatta berjalan-jalan di pertokoan di luar negeri. Dia mengidam-idamkan sepatu Bally yang terpampang di etalase. Begitu mengidamkannya, guntingan iklan sepatu Bally itu dia simpan di dompetnya. Dia berharap suatu waktu bisa membelinya.
            Yang paling menyentuh dari kisah ini adalah, sampai Bung Hatta wafat, sepatu Bally yang menjadi impiannya itu tetap tak terbeli karena uang tabungan Bung Hatta tak pernah mencukupi, karena selalu terambil untuk keperluan rumah tangga, membantu sanak saudara, dan handai taulan. Seusai Bung Hatta wafat, keluarganya membereskan barang-barang Bung Hatta, dan mereka menemukan guntingan iklan sepatu itu di antara tumpukan bukunya.
            Di sinilah letak keistimewaan orang yang satu ini. Dalam acara ‘Satu Abad Bung Hatta’, Adi Sasono menyatakan dalam pidatonya, “Ia tidak mau meminta sesuatu untuk kepentingan sendiri dari orang lain. Bung Hatta memilih jalan sukar dan lama, yang ternyata gagal karena ia lebih mendahulukan orang lain daripada kepentingannya sendiri.”



Sumber :
Asvi Warman Adam, 2009, Membedah Tokoh Sejarah Hidup atau Mati, Yogyakarta: Ombak
Kompas, 2009, Bung Karno di Antara Saksi dan Peristiwa, Jakarta: Kompas
http://www.saibumi.com/artikel-67335-saat-mundur-dari-wapres-bung-hatta-hanya-punya-rp200.html#ixzz42x8D5f1s, diakses pada 15 Maret 2016
https://djadja.wordpress.com/2013/03/14/14-maret-1980-meninggalnya-muhammad-hatta-dan-impiannya-memiliki-sepatu-impor/ diakses pada 15 Maret 2016



Tidak ada komentar:

Posting Komentar