BIOGRAFI
MOHAMMAD HATTA
A.
POSISI
DAN WARNA HATTA DALAM SEJARAH INDONESIA
Mohammad Hatta menduduki posisi penting
dalam sejarah Indonesia. Paling sedikit ada 5 tonggak sejarah penting kehidupan
Indonesia yang melibatkan Bung Hatta sebagai tokoh utama, yaitu :
1.
Hatta yang belajar di negeri Belanda,
aktif dalam Indonesische Vereniging, yang kemudian berganti nama menjadi
Perhimpunan Indonesia dan beberapa periode menjadi ketua. Karya dari
perhimpunan ini yaitu menerbitkan majalah Indonesia Merdeka dan mengeluarkan
Manifesto Politik (1925) yang dianggap Sartono Kartodirdjo lebih komprehensif
dari Sumpah Pemuda (1928). Manifesto Politik mengandung 3 unsur utama yaitu
unity, egality, liberty (persatuan, kesetaraan, kemerdekaan). Hal ini akan
lebih lengkap dengan adanya kesederajatan dan kesetaraan antar warga.
2.
Hatta dengan Soekarno memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 yang ditanda tangani atas nama
bangsa Indonesia.
3.
Pada 18 Agustus 1945 muncul gagasan
Piagam Jakarta yang mencantumkan 7 kata (kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi para pemeluk-pemeluknya) dalam UUD 1945. Bung Hatta berusaha mellobi
beberapa tokoh Islam agar klausa tersebut dihilangkan dan upaya itu berhasil.
Hatta adalah seseorang yang taat menjalankan syariat Islam namun ia dapat
menenggang perasaan warga sebangsanya yang tidak menganut agama ini.
4.
Hatta menerima Penyerahan Kedaulatan di
negeri Belanda pada Desember 1949. RIS hanya dapat berdiri beberapa bulan,
setelah itu melebur kembali menjadi Republik Indonesia.
5.
Hatta bersama Soekarno membentuk
Dwitunggal kepemimpinan dari 1945-1956. Duet ini terbukti tangguh dan mampu
bertahan paling sedikit satu dasawarsa. Hatta selain wakil presiden, beberapa
kali menjadi perdana menteri.
B.
EKSISTENSI
MOH. HATTA
Hatta menimba
kesadaran kebangsaan yang pertama dari sumur Sarekat Islam, lewat membaca
Oetoesan Hindia, surat kabar yang dipimpin Tjokroaminoto. Bung Hatta aktif
dalam organisasi Jong Soematranen Bond di Padang dengan menjadi bendahara. Pada
September 1921, Hatta bergabung dalam organisasi pelajar Hindia, Indonesische
Vereniging, yang menciptakan majalah Hindia Poetra, dan menjadi bendahara yang
teliti serta cakap. Buktinya, sebelum pertemuan organisasi, dua bulan kemudian
(April 1922) Hatta berhasil mendapatkan penawaran dari percetakan dengan ongkos
sebesar 75 golden yang menimbulkan cadangan kas mengalami peningkatan.
C.
MUNDURNYA
HATTA
Pada tahun 1956, Hatta mengundurkan
sebagai Wakil Presiden dan memerikan kesempatan kepada Soekarno untuk melakukan
konsepsinya. Soekarno memimpin republik secara sendirian. Penentangan terhadap
kepemimpinan tunggal ini pecah antara lain melalui pergolakan diberbagai daerah
seperti PRRI/Permesta. Meskipun tidak sepaham dengan Bung Karno, Hatta tidak
ikut campur dalam PRRI misalnya. Ia dengan tegas menolak pemberontakan, apapun
alasannya.
Pengunduran diri Hatta disebabkan
karena adanya perbedaan pandangan antara Hatta dan Soekarno. Selama sekitar 20
tahun Bung Karno mengikuti versinya itu, menggalang kekuasaan, dan menggunakan
kekuasaan itu lewat “revolusi terus menerus”. Demi aksi massa, rakyat
terejimentasi, para elite dan rakyat berlomba memusatkan pikiran dan tenaga
untuk berperan dan berkuasa dalam gelombang revolusi itu. Modal mereka (rakyat)
hanya lidah dan mulut, alias menjilat dan memuji. Mereka jadi lupa cara bekerja
dibidang kehidupan. bidang kehidupan jadi terbengkalai. Diam-diam maupun
terang-terangan, Hatta tidak menyetujui garis itu. hatta menghendaki sintesa
baru antara versi perjuangannya dan versi Soekarno. Namun Hatta tidak mendapat
kesempatan. Bangsa Indonesia lebih mudah mengikuti garis Soekarno.
D.
KEHIDUPAN
SETELAH MUNDUR DARI PEMERINTAHAN
Setelah
mengundurkan diri dari jabatan sebagi Wakil Presiden, kondisi perekonomian
kehidupan Hatta mengalami krisis. Jenderal Hoegeng yang tahu kondisi melaratnya
Hatta tahun 1956, menulis dalam memornya yang dilansir dari merdeka.com yang
tertulis “Ketika Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan
wakil presiden, diberitakan dia hanya memiliki uang tabungan Rp 200. Uang
pensiunnya pun tak cukup untuk membayar biaya listrik”. Menurut seorang
prajurit TNI berpangkat prajurit yang bercerita pada merdeka.com, saat tahun
1956, gajinya Rp 125 per bulan. Tak cukup untuk hidup sebulan. Biasanya hanya
cukup dua minggu, setelahnya sibuk hutang sana-sini.
Saat
pensiun, Hatta juga menolak semua jabatan komisaris BUMN atau posisi lain yang
sebenarnya bisa membuatnya hidup lebih nyaman. Tetapi sudah menjadi rahasia
umum jika komisaris BUMN hanya makan gaji buta. Hatta tidak sudi memeras
bangsanya dengan menduduki jabatan seperti itu. Hal ini terbukti dengan
ucapnnya yang akan abadi dan dikenang sepanjang masa oleh masyarakat. “Indonesia
merdeka bukan tujuan akhir kita. Indonesia merdeka hanya syarat untuk bisa
mencapai kebahagiaan dan kemakmuran rakyat.”
E. TAK MAMPU BELI SEPATU
BALLY
Kisah ini disampaikan oleh
sekretaris pribadi Bung Hatta, Iding Wangsa Widjaja. Suatu ketika Bung Hatta
berjalan-jalan di pertokoan di luar negeri. Dia mengidam-idamkan sepatu Bally
yang terpampang di etalase. Begitu mengidamkannya, guntingan iklan sepatu Bally
itu dia simpan di dompetnya. Dia berharap suatu waktu bisa membelinya.
Yang paling menyentuh dari kisah ini
adalah, sampai Bung Hatta wafat, sepatu Bally yang menjadi impiannya itu tetap
tak terbeli karena uang tabungan Bung Hatta tak pernah mencukupi, karena selalu
terambil untuk keperluan rumah tangga, membantu sanak saudara, dan handai
taulan. Seusai Bung Hatta wafat, keluarganya membereskan barang-barang Bung
Hatta, dan mereka menemukan guntingan iklan sepatu itu di antara tumpukan
bukunya.
Di sinilah letak keistimewaan orang
yang satu ini. Dalam acara ‘Satu Abad Bung Hatta’, Adi Sasono menyatakan dalam
pidatonya, “Ia tidak mau meminta sesuatu untuk kepentingan sendiri dari orang
lain. Bung Hatta memilih jalan sukar dan lama, yang ternyata gagal karena ia
lebih mendahulukan orang lain daripada kepentingannya sendiri.”
Sumber
:
Asvi Warman Adam, 2009, Membedah Tokoh
Sejarah Hidup atau Mati, Yogyakarta: Ombak
Kompas, 2009, Bung Karno di Antara Saksi
dan Peristiwa, Jakarta: Kompas
http://www.saibumi.com/artikel-67335-saat-mundur-dari-wapres-bung-hatta-hanya-punya-rp200.html#ixzz42x8D5f1s, diakses
pada 15 Maret 2016
https://djadja.wordpress.com/2013/03/14/14-maret-1980-meninggalnya-muhammad-hatta-dan-impiannya-memiliki-sepatu-impor/ diakses
pada 15 Maret 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar